Jumat, 23 Desember 2011

Kekuatan Do'a

 Dalam kitab Fiqhus Sirah karya Syekh Muhammad al-Ghazali, Imam Muslim meriwayatkan bahwa sewaktu Perang Badar, Rasulullah SAW berdoa di dalam kemah. Rasulullah berdoa dengan penuh khusyuk dan merendah diri seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit memohon supaya diberi kekuatan untuk mengalahkan musuh.

Di antara doa yang beliau ucapkan adalah: ”Ya Allah, kalau pasukan kaum Muslimin ini sampai binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi oleh manusia di muka bumi ini.” Kemudian beliau memperkeras suaranya, ”Ya Allah, tunaikanlah janji yang telah Engkau berikan kepadaku, ya Allah pertolongan-Mu ya Allah!”

Beliau mengangkat kedua belah tangannya sedemikian tinggi hingga burdahnya jatuh dari pundaknya tanpa disadarinya, sehingga Abu Bakar menyampirkan kembali burdah itu di atas pundak beliau seraya berkata dengan perasaan haru, ”Ya Rasulallah, kurangilah kesedihan Anda dalam berdoa kepada Allah! Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepada Anda!”


Di tengah begitu banyaknya musibah dan bencana yang menerpa dan mendera bangsa Indonesia saat ini, baik itu berupa krisis ekonomi, politik, hukum, dan moral, serta bencana alam berupa banjir, kebakaran hutan, kemarau panjang, pertumpahan darah di banyak wilayah negeri ini, serta musibah-musibah lainnya, kisah di atas selayaknya dapat memberikan pelajaran kepada kita.


Doa itu senjata dan kekuatan orang beriman (HR Al-Hakim dari Ali bin Abi Thalib). Ibnu Qayyim mengatakan, ”Jika perisai doamu lebih kuat dari musibah maka ini akan menolaknya, tetapi jika musibah lebih kuat dari perisai doamu, maka ia akan menimpamu, namun doa itu sedikitnya tetap akan mengurangi efeknya. Dan jika perisai doamu seimbang dengan kekuatan musibah, maka keduanya akan bertarung.”


Tak ada gunanya waspada menghadapi takdir, namun doa bermanfaat menghadapi takdir sebelum dan sesudah ia turun dan sesungguhnya ketika musibah itu ditakdirkan turun dari langit maka ia akan segera disambut oleh doa di bumi lalu keduanya bertarung sampai hari kiamat (HR Ahmad, al-Hakim dan Thabarani). Begitulah kekuatan doa, ketika segala daya dan upaya telah kita lakukan untuk mengatasi berbagai macam persoalan kehidupan, maka sudah selayaknya kita tetap berdoa kepada Allah SWT. 


Ketika seorang sahabat Rasulullah selalu langsung meninggalkan masjid setelah selesai shalat tanpa berdoa, Nabi pun menegurnya dengan pertanyaan, ”Apakah kamu sama sekali tidak mempunyai kebutuhan kepada Allah?” Sahabat itu pun terperanjat dan mulai memahami arti doa, maka setelah itu ia pun rajin berdoa kepada Allah. ”Bahkan,” katanya di kemudian hari, ”garam pun kuminta kepada Allah SWT.”
Nah, marilah kita berdoa, sebagaimana yang diperintahkan di dalam firman-Nya, ”Dan Tuhanmu berkata, ‘berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kupenuhi permintaanmu’.” (QS Al Ghafir ayat 60)




semoga bermanfaat ....
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Saat Iblis Membentangkan Sajadahnya


Cerita ini sudah begitu fenomenal di berbagai blog yang dapat anda temui dengan mudah. Kalau selama ini kita selaku umat manusia dituntut untuk lebih kreatif dalam bekerja dan berkarya maka begitu pula dengan Iblis, makhluk terlaknat ini juga mengembangkan daya kreatifnya untuk menggiring manusia ke dalam lembah dosa dan penyesalan.

Berikut kisahnya..
Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum’at, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.

Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. “Hai, Blis!”, panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : “Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini!”, jawab Iblis ketus.
“Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci,Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!”, Kiai mencoba mengusir. “Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru”. Kiai tercenung. “Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu”. “Dengan apa?” “Dengan sajadah!” “Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?” 
“Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!”
“Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?” “Bukan itu saja Kiai…” “Lalu?”
 “Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar” “Untuk apa?”
 “Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam
barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah”.
Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.
Keduanya masih melakukan sholat sunnah.
 “Nah, lihat itu Kiai!”, Iblis memulai dialog lagi. “Yang mana?” “Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka”.
Iblis lenyap. Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf. Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain. “Astaghfirullahal adziiiim “, ujar sang Kiai pelan. 



semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Kamis, 22 Desember 2011

Jadilah Bangunan Yang Kokoh


 "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. Ash-Shoff [61] : 4)

Kita kembali dinasehati oleh Allah melalui ayat Quran tentang betapa pentingnya 'keteraturan' dalam menjalani aktivitas dakwah. Walaupun dalam terjemahannya ayat diatas membahas tentang perang, namun lebih umum dapat kita maknai yaitu aktivitas jihad fi sabilillah.

Di antara hal yang sangat luar biasa dari Al-Quran ialah bahwa setiap kata atau kalimat yang terdapat di dalamnya menuntut kita untuk senantiasa berpikir tentang ciptaan-Nya.Oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan membahas tentang satu hal yang terdapat dalam surat Ash-Shoff ayat 4 di atas, yaitu: 'bangunan yang kokoh' sebagai perumpamaan dari aktivitas dakwah yang ter-manage dengan baik.

Rumah, sebagai salah satu contoh bangunan adalah hal sederhana yang dapat kita petik pelajaran darinya. Setidaknya ada beberapa tahap yang harus dilalui jika kita ingin membangun rumah, diantaranya yaitu: Menyiapkan tanah/lahan yang cocok;Membangun pondasi;Membangun dinding serta atap;Pengecatan;Serta penataan interior dan eksterior.Dari hal-hal tersebut, tentu kita membutuhkan material sebagai bahan untuk membangun sebuah rumah, seperti: pasir, besi, batu bata, semen, kayu, seng/genteng, air, dan lain-lain.

Dari sekian banyak material, masing-masing memiliki fungsi dan peran yang berbeda satu sama lain. Besi tentu tidak mungkin dapat menggantikan fungsi batu bata, begitu juga sebaliknya. Intinya setiap material memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh bahan yang lain.Namun demikian, tentu semua bahan-bahan diatas tetaplah dibutuhkan untuk satu hal: membangun rumah yang kokoh.

Agar sebuah rumah dapat berdiri dengan kokoh, si pemilik rumah atau kontraktor tentu telah menetapkan standar kualitas tertentu atas bahan-bahan yang dibutuhkan. Misalnya, tanah tempat rumah berdiri haruslah memiliki struktur yang kuat, kayu yang akan digunakan haruslah kayu jenis tertentu dapat bertahan lama, serta berbagai contoh lainnya.

Itu sekilas tentang pembangunan sebuah bangunan yang kokoh; yaitu rumah. Lalu, apa hubungannya dengan aktivitas dakwah? Tentu ada hubungannya.

Dalam aktivitas dakwah yang dilakukan secara berjama'ah, setiap da'i tentu memiliki ciri khas, fungsi dan peran, kemampuan, serta tanggung jawab masing-masing. Sesuai dengan analogi bahan bangunan diatas, ikhwah A tidak akan dapat menggantikan ciri khas atau kemampuan ikhwah B, begitu juga sebaliknya. Dan seterusnya.

Namun demikian, semua da'i tentu haruslah memiliki standar kualitas yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar terciptanya 'bangunan' dakwah yang kokoh, misalnya: niat yang harus senantiasa ikhlas, kemampuan memberikan teladan kepada mad'u, dan berbagai standar lainnya. Standar kualitas ini ditetapkan (sekali lagi) agar terbentuknya sebuah 'bangunan' dakwah yang kokoh!
Konsekuensi Tidak Memenuhi Standar

Sebuah bangunan, apabila bahan materialnya tidak bagus dan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan sang empunya bangunan atau kontraktornya, dapat dipastikan bahwa bangunan tersebut cenderuh rapuh, mudah rusak, tidak tahan dengan cuaca yang dinamis, atau bahkan bisa saja roboh. Kita telah melihat berbagai kejadian runtuhnya jembatan yang padahal belum terlalu lama digunakan.

Begitu juga dengan dakwah. Aktivitas dakwah yang dijalankan tanpa memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan akan menghasilkan 'bangunan' dakwah yang cenderung rapuh, mudah dirusak oleh gangguan dari luar, dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan rubuhnya 'bangunan' dakwah tersebut, naudzubillah.

Oleh karena itu, sebagai antisipasi agar tidak rubuhnya 'bangunan' dakwah yang telah dibentuk bersama, marilah kita senantiasa menjadi 'bahan-bahan' yang berkualitas. Dan marilah kita senantiasa memperbaiki diri dari hari ke hari agar 'bangunan' dakwah apapun yang kita jalani tetap berdiri tegar apapun yang terjadi. Layaknya sebuah rumah yang telah berdiri, tentu ia memerlukan renovasi dan penjagaan dari rayap, lumut, kebocoran dan lain-lain.

Semoga segenap 'bangunan' dakwah yang ada tetap tegak berdiri memperjuangkan kehendak Allah, diatas kehendak diri mereka sendiri.Wallahua'lam.

Demikianlah satu pelajaran sederhana dari satu hal di surat Ash-Shoff ayat 4: bangunan yang kokoh. Semoga kita senantiasa bertafakur atas ciptaan-Nya, aamiin.

20 Muharram 1433 .

Semoga bermanfaat .... 
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Rabu, 21 Desember 2011

41 Keistimewaan Wanita ( Renunagn Hari Ibu )


1.                  Doa wanita lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah S.A.W. akan hal tersebut, jawab baginda: “Ibu lebih penyayang daripada bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
2.                    Wanita yang salehah (baik) itu lebih baik daripada 70 orang lelaki yang soleh.
3.                Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya, darjatnya seumpama orang yang sentiasa menangis kerana takutkan Allah S.W.T. dan orang yang takut akan Allah S.W.T. akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4.                   Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki. Maka barang siapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail A.S.
5.                    Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W.) di dalam syurga.
6.                Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.
7.                    Daripada Aisyah r.a. “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu daripada anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
8.                    Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
9.                    Apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.
10.                Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
11.                 Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).
  12.          Aisyah r.a. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W., siapakah ang lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, “Suaminya.” “Siapa pula berhak terhadap lelaki?” Jawab Rasulullah S.A.W.”Ibunya.”
13.         Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa sebulan Ramadan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana sahaja yang dia kehendaki.
14.                Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T. memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15.                 Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T. mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16.                 Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T. mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T.
17.                 Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18.                 Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19.                 Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T. memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas untuk membela agama Allah S.W.T.
20.               Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang lelaki Saleh.
21.                 Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk daripada 1,000 lelaki yang jahat.
22.                2 rakaat shalat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
23.                Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya daripada badannya (susu badan) akan dapat satu pahala daripada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
24.              Wanita yang melayan dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan mendapat pahala jihad.
 25.                Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.
26.                Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.
27.                Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
28.                Wanita yang memerah susu binatang dengan “bismillah” akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.
29.                Wanita yang menguli tepung gandum dengan “bismillah”, Allah akan berkatkan rezekinya.
30.               Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di baitullah.
31.                 Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
32.                Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.
33.                 Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.
34.                Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.
35.                Jika wanita melayani suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.
36.                 Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempoh (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan khabarkan berita bahawa syurga wajib baginya.
37.                Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
38.                Jika wanita memijit suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memijit suami bila disuruh akan mendapat pahala 7 tola perak.
39.                Wanita yang meninggal dunia dengan keredhaan suaminya akan memasuki syurga.
40.              Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.
41.                Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat, tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya yaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.


semoga bermanfaat ....
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Selasa, 20 Desember 2011

Membalas Keburukan dengan Kebaikan


Suatu ketika pelayan Imam Hasan Al-Bashri menyampaikan bahwa seseorang telah menjelek-jelekkan namanya. Mendengar hal tersebut, sang Imam kemudian memanggil pelayan dan memintanya untuk memberikan kurma pada orang tersebut.
Pelayan berkata, “wahai imam, bukankah dia telah menjelekkanmu di hadapan orang banyak. Tapi kenapa engkau malah memberinya kurma?” Sang imam pun menjawab,
“Bukankah sudah sepantasnya aku memberikan hadiah bagi orang yang telah membuat diriku di sisi Allah SWT”.

“Apa maksud semua ini wahai Jibril?”
Tanya Rasul SAW pun ketika turun ayat:
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (Al-A’raf: 199). 
Jibril pun menjawab,
“Wahai Rasul Allah, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk memaafkan orang yang menzalimimu, memberi kepada orang yang pelit kepadamu, dan menyambung silaturahim kepada orang yang memutuskannya denganmu”.

Jadilah pribadi yang tenang dan menenangkan.
Bukan pribadi yang gelisah dan penuh amarah.
Tenang bukan berarti tidak mampu,
tenang bukan berarti kalah,
tenang bukan berarti lambat.

Tenang adalah seni menyampaikan kritikan dengan bahasa yang lembut,
 tenang adalah penyampaian fakta keras dengan cara yang lembut,
tenang adalah penolakan berat dengan cara yang ringan.

Itulah yang ditunjukkan oleh Rasul SAW ketika penduduk Thaif melempari beliau dengan batu. Beliau malah berdoa,
“Allahummahdii qawmii fainnahum laa ya’lamuun”
(Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku ini, karena sesungguhnya mereka tidak tahu apa-apa).

Memang bukan perkara yang mudah untuk menahan marah atau emosi. Apalagi kemudian membalasnya dengan hal yang sebaliknya. Tidak semua orang mampu melakukannya. Sehingga ketika Abdullah bin Amr menanyakan hal apakah yang bisa menjauhkannya dari murka Allah? Rasulullah menjawab:
“Laa taghdhab (Janganlah kau marah)” (HR Imam Ahmad)

Rabu, 24 Agustus 2011 05:28 WIB
Oleh Salahuddin El Ayyubi MA., terima kasih artikelnya

semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Senin, 19 Desember 2011

Tauladan Seorang Pemimpin


Ada kisah menarik sewaktu Rasulullah hijrah dari Mekah menuju kota Yatsrib, yang kemudian bernama Madinah. Beliau bersama Abu Bakar al-Shidd dikawal seorang hamba sahaya Abu Bakar yang bernama Amir bin Fuhairah dan seorang penunjuk jalan seorang muslim, bernama Abdullah bin Uraiqit al-Laitsi.
Rasulullah bersama tiga orang ini meninggalkan Mekah menuju Yatsrib. Ditengah perjalanan Rasulullah bermaksud membeli makanan dan minuman maka beliau beristirahat disebuah kemah milik seorang wanita yang bernama Ummu Ma’bad. Tapi saat itu sudah tidak ada makanan dan minuman dikemah tersebut. “ Seandainya masih ada makanan dan minuman tentulah kalian saya jamu dan menjadi tamuku”, begitu kata wanita padang pasir itu polos.
Saat itu Rasulullah melihat ada seekor kambing disebelah kemah. “ Itu ada kambing wahai Ummu Ma’bad”. Kata Rasulullah. “ Ya itu kambing tidak dapat pergi bersama teman-temannya, karena ia kecapean”, kata Ummu Ma’bad.
“Apakah ada air susunya”, tanya Rasulullah mengejar. “Mana mungkin ada air susunya, sedang ia sendiri kelaparan”, jawab Ummu Ma’bad. “Tetapi bolehkah saya memerah susunya”, pinta Rasulullah. “Silahkan kalau memang ada air susunya”, jawab Ummu Ma’bad mempersilahkan.
Setelah mendapat ijin dari Ummu Ma’bad pemilik kambing itu, lalu Rasulullah memegang susu kambing itu seraya berdoa, “ Ya Allah berkahilah wanita itu melalui kambingnya”.
Maka keluarlah air susu dari kambing itu dengan deras. Lalu Rasulullah meminta wadah untuk menampung air susu itu. Beliau kemudian menyerahkannya kepada tiga orang yang turut serta dalam perjalanan bersama Rasulullah untuk meminum susu terlebih dahulu. Setelah semuanya merasa segar dan sudah tidak merasa haus lagi, barulah Rasulullah meminum air susu terakhir kalinya.
Tauladan yang diajarkan Rasulullah adalah :
Bahwa seorang pemimpin haruslah berorientasi kepada rakyatnya. Disini Rasulullah memberi contoh, beliau lebih mendahulukan sahabatnya untuk minum susu yang saat itu kehausan setelah melakukan perjalanan bersama Rasulullah. Beliau tidak mementingkan dirinya sendiri walaupun saat itu beliau sendiri yang memeras air susunya.


Semoga bermanfaat ...
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Senin, 12 Desember 2011

Bukan Urusanku (renungan sederhana)


 Sepasang suami dan istri petani pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam. "Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??" Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak, "Ada Perangkap Tikus di rumah!!! Di rumah sekarang ada perangkap tikus!!" Ia mendatangi ayam dan berteriak, "Ada perangkap tikus" Sang Ayam berkata, "Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku" Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak. Lalu sang Kambing pun berkata. "Aku turut bersimpati.. . tapi maaf, tidak ada yang bisa aku lakukan" Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama. "Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali" Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata "Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku" Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri. Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya yang berbunyi. Menandakan perangkapnya telah memakan korban. Namun ketika melihat perangkap tikusnya, seekor ular berbisa telah terjebak di sana. Ekor ular yang terjepit membuatnya semakin ganas dan menyerang istri si Petani. Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular tersebut, namun sang istri sempat tergigit dan teracuni oleh bisa ular tersebut. Setelah beberapa hari di rumah sakit, sang istri sudah diperbolehkan pulang. Namun selang beberapa hari kemudian demam tinggi yang tak turun-turun juga. Atas saran kerabatnya, ia membuatkan isterinya sup ayam untuk menurunkan demamnya. Semakin hari bukannya semakin sembuh, justru semakin tinggi demam isterinya. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk diambil hatinya. Masih! Istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga ia harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi di rumah itu. Nilai-nilai yang bisa kita ambil dari kisah di atas, suatu ketika Anda mendengar seseorang sedang dalam kesulitan atau masalah dan Anda mengira itu bukan urusan Anda, maka pikirkanlah sekali lagi...

Semoga bermanfaat ....
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Sabtu, 10 Desember 2011

Keutamaan Istri yang Sholehah


Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417)

Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
“Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu.
“Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:

“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban)

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856)

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.”




Semoga bermanfaat ...
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Stigma Dilakukan oleh Pihak Yang Ketakutan

 Hingga sia 43 tahun, Rasulullah saw hidup sangat terhormat di tengah masyarakat Quraisy karena kepribadiannya yang istimewa dan terpuji. Quraisy menjulukinya al-Amin, yang berarti orang yang sangat dipercaya. Julukan al-Amin ini teramat istimewa, karena beliau hidup di tengah masyarakat pedagang yang semuanya sangat bergantung kepada kepercayaan (amanah) sebagai penopang utama penghidupannya.

Julukan al-Amin ini tidak didapatkan Rasulullah dengan pencitraan semu, melainkan melalui pembuktian integritas diri yang mengalir sepanjang hidupnya. Sejak usia remaja, Rasulullah sudah berusaha hidup mandiri dengan menggembala kambing milik orang-orang kaya Makkah untuk mendapatkan upah beberapa qirath. (HR Bukhari). Citra amanah semakin melekat setelah beliau menggeluti dunia dagang.
Dan, puncaknya adalah saat beliau berusia 35 tahun, yaitu ketika para pembesar Quraisy terlibat ketegangan panjang yang nyaris mengobarkan perang saudara karena masalah peletakan Hajar Aswad. Menurut Ibnu Ishaq, berdasarkan usulan Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi akhirnya mereka sepakat, orang yang pertama masuk masjid adalah yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad. Ternyata orang tersebut adalah Muhammad. Saat itulah mereka serentak berkata, “Ini dia al-Amin. Kami rela menerimanya. Ini dia Muhammad.”
Namun apa yang terjadi delapan tahun kemudian? Setelah Nabi saw mendeklarasikan kenabian dan misi kerasulannya, “Wahai manusia, katakanlah tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, niscaya kalian beruntung!” (HR Ahmad), sikap Quraisy sepenuhnya berubah. Mereka tidak hanya mencabut rasa hormatnya kepada Nabi saw, melainkan juga menyematkan sebutan-sebutan buruk guna menjatuhkan martabat dan menodai kehormatannya. Kini, bagi mereka Muhammad adalah seorang gila, pendusta, dukun, atau tukang sihir. Bahkan, nama Muhammad yang berarti terpuji pun mereka ubah menjadi Mudzammam yang berarti tercela. (HR Bukhari).
Tudingan miring Quraisy tidak hanya tertuju pada kepribadian Muhammad saw, karena sasaran utama mereka adalah Al-Qur’an yang menjadi bukti kerasulannya. Karenanya, ayat-ayat Al-Qur’an hanya dipandang sebagai mitologi yang melegenda (asathir al-awwalin), karya plagiasi yang dipelajari dari pemeluk kitab terdahulu (yu`allimuhu basyar), dan keindahan bahasanya hanya disetarakan dengan karya puisi seorang pujangga besar.
Intinya, Quraisy menampik otentisitas al-Qur’an sebagai wahyu Allah, melainkan hanya karya manusia biasa.
Mengapa perubahan sikap Quraisy begitu cepat dan drastis? Mengapa stigmatisasi yang dilakukan Quraisy sangat sporadis? Ada beberapa faktor yang saling terkait dapat menjawab pertanyaan ini, tapi semuanya bermuara pada satu kata, takut. Ketakutan Quraisy tampak begitu jelas dalam pernyataan Walid bin Mughirah al-Makhzumi dalam pertemuan pertama para pembesar Quraisy untuk menyikapi dakwah Rasulullah saw, “Wahai segenap pembesar Quraisy, musim haji hampir tiba dan orang-orang Arab akan datang ke sini. Mereka tentu telah mendengar rumor tentang orang ini (Muhammad). Untuk itu, kalian harus membuat satu keputusan bersama. Jangan berbeda pendapat, sehingga kalian akan terkesan saling menyanggah dan membantah.”
Quraisy begitu ketakutan sehingga harus menggalang kekuatan bersama untuk menghadapi geliat dakwah Islam yang masih seumur jagung. Quraisy menutup seluruh media dan saluran informasi sehingga setiap orang yang datang dari luar Makkah hanya mendapat informasi sepihak tentang dakwah Muhammad saw, tanpa memberi kesempatan sedikit pun kepada beliau untuk melakukan pembelaan dan penjelasan.
Stigma dilakukan oleh pihak yang ketakutan, meskipun mereka besar dan berkuasa. Ketakutan itu muncul dari alasan yang disadari. Dalam hal ini, Quraisy pantas takut karena mereka tahu dakwah yang masih embrio itu menjadi ancaman nyata bagi kepentingan-kepentingan besarnya. Quraisy sadar, sebuah kekuatan yang dapat mengambil keputusan di luar Darun Nadwah (rumah parlemen Quraisy) dapat mengubah tatanan ekonomi dan sosial yang selama ini menopang syahwat kalangan al-mutrafun-nya.
Buktinya jelas, jangankan Muhammad saw dengan kapasitas individunya yang terlalu istimewa, seorang budak hitam sekelas Bilal bin Rabah yang sepanjang hidupnya menyerahkan nasib kepada sang majikan, Umayyah bin Khalaf, sanggup menemukan jati diri dan menyatakan kemerdekaan kemauan dan keyakinan. Meskipun jasadnya diperbudak, tubuhnya didera, kehormatannya dihina, tapi Bilal menolak perbudakan kehendak dan keyakinan dengan tetap tegar menyebut, “Ahad, Ahad...” Itulah yang menimbulkan ketakutan dan memunculkan stigma!

kiriman Dari Asep Sobari



Semoga bermanfaat ...
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...