Minggu, 29 Januari 2012

Kalau Memang Dia Jodohku, Hanya Karena Allah

Dalam kisah Nabi Allah Musa AS, diceritakan bagaimana beliau mendapatkan isterinya, yaitu ketika beliau menolong wanita penggembala kambing untuk menggiringkan kambing-kambingnya mendapatkan air minum.
Ataupun kisah populer mengenai seorang jujur yang memakan buah yang terhanyut di sungai, lalu karena ia merasa berdosa telah memakan buah yang bukan miliknya, ia melaporkan kepada pemiliki kebun yang pada akhirnya malahan menikahkannya dengan anaknya yang shalihah dan cantik.

Bagaimanakah mungkin hal-hal yang sepertinya tidak dimaksudkan untuk mendapatkan pasangan hidup malah bisa mengarahkan diri menuju penemuan pasangan hidup yang terbaik? Itulah yang disebut dengan jodoh.
Tulisan ini tidak untuk melemahkan kita dalam usaha pencarian pasangan hidup dengan menumbuh-suburkan anggapan bahwa nanti juga jodoh kita akan datang sendiri, bukan itu maksudnya. Tapi tulisan ini dibuat untuk menyemangati diri di tengah ikhtiar kita yang optimal untuk mendapatkan pasangan hidup yang terbaik.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’d:11)
 
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?" (QS. An Nahl:72)
 
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. Al-Furqaan: 74-76)

semoga bermanfaat ....

Jumat, 27 Januari 2012

Menikahi Wanita Yang Tidak Cantik Berpahala?

Abu Thalib al-Makki berkata:
 “Mencintai wanita yang kurang dari sisi fisik, wajahnya tidak cantik, dan sudah lanjut usia, merupakan termasuk salah satu bentuk zuhud.”
 
Abu Sulaiman berkata:
 “Zuhud itu ada pada segala sesuatu. Termasuk sikap seorang lelaki yang menikahi wanita tua atau yang penampilannya tidak menarik, dalam rangka zuhud terhadap dunia.”
 
Malik bin Dinar berkata:
“Tidak mengapa salah seorang dari mereka menikahi wanita yatim. Ia akan memperoleh pahala ketika memberinya makan dan pakaian, sedangkan wanita itu ringan nafkahnya, rela dengan harta yang sedikit. Dari pada menikahi putri fulan dan fulan- yaitu wanita kaya yang merasakan kemewahan dunia – sebab, ia akan meminta suaminya memenuhi semua yang ia inginkan. Ia akan berkata, ‘Carikan aku pakaian model ini dan belikan aku selimut sutera.’ sehingga rontoklah agamanya.
 
Dan sungguh, Ahmad bin Hambal  ketika ditawari untuk menikah, ia lebih memilih wanita yang buta sebelah, dari pada saudari wanita ini yang sehat dan cantik. Ia (Imam Ahmad) bertanya: “Siapa yang lebih bijaksana di antara keduanya?” Dijawab, “Yang buta”. Ia (Imam Ahmad) pun berkata, “Nikahkanlah aku dengannya.” Adakalanya menikahi wanita yang rendah (bukan dari keluarga terpandang) dan memiliki cacat pada fisiknya, dalam rangka menyenangkan hatinya, karena tak ada orang yang menyukainya, termasuk ibadah bagi hati dalam berinteraksi dengan orang yang dicintai.”

Kalau begitu, menikahi wanita yang memiliki kekurangan dan keterbatasan fisik dalam rangka menolong dan membahagiakannya merupakan perbuatan yang terpuji dan berpahala. Selain itu termasuk bagian dari zuhud terhadap dunia, juga sebagai bentuk pengamalan firman-Nya:
“Dan perbuatlah kebaikan, agar kalian beruntung. ” (QS. Al-Hajj: 77)

Dan juga pengamalan sabda Nabi-Nya: “Siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya. ” (Muslim no. 2699)

Maka, adakah antara kalian yang ingin menikahi wanita yang sedikit cantik, kurang cantik atau bahkan tidak cantik? Adakah di antara kita yang mau menikahi wanita yang sedikit kaya, kurang kaya atau bahkan tidak kaya? Kalau engkau siap dan sanggup menerima dan bertahan dengan sosok yang “pas-pasan” di sisimu sepanjang hidupmu, maka langkahkanlah kakimu dan singsingkanlah lenganmu, niatkanlah mengharap pahala dari Allah. Lamarlah ia lalu bertawakkallah kepada-Nya.

Tapi…
Kekurangan di sini, tentunya bukan kekurangan di segala hal termasuk di antaranya dari sisi agama dan akhlak.
Sebab, Nabi kita  bersabda“Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama, niscaya engkau beruntung. ” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620)
Karena, apa jadinya jika fisik yang “pas-pasan” ditambah pula dengan agama dan akhlak yang “pas-pasan”, bahkan rusak?

Apa jadinya jika keburukan fisik ditambah pula dengan keburukan perilaku?
Kalau memang itu yang terjadi, berarti itulah bencana di atas bencana. Dan juga ‘kiamat’ sebelum datang kiamat sesungguhnya. 

(* eramuslim,
Senin, 17/10/2011

Semoga bermanfaat ....
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Kamis, 26 Januari 2012

Nikmatnya Beribadah dengan Menikah

Adab-Adab Suami Terhadap Istri
Nabi Muhammad telah dilamar dan menikah dengan Siti Khadijah ketika usia Baginda 25 tahun. Rasulullah terkenal dengan pekerti sopan, budi bahasa yang mulia dan sifat hormatnya terhadap wanita. Hal ini ditegaskan menerusi sabda Rasulullah yang berbunyi: "Tidaklah orang yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia, tidaklah orang yang menghinakannya (wanita) kecuali orang yang hina."

Islam amat menekankan aspek hormat-menghormati sesama insan. Apalagi hubungan antara suami dengan isteri. Suami dituntut untuk menghormati istri sebagaimana isteri juga mesti menghormati suami. Suami harus menghormati isteri dalam apa jua keadaan, walaupun ketika menegur si isteri. Suami dianjurkan untuk berlembut dan bersabar dalam usaha mendidik isteri. Berdasarkan sabda Rasulullah yang berbunyi: "Wanita itu diciptakan daripada tulang rusuk. Apabila kamu luruskan (dengan keras)maka akan patahlah tulang tersebut."

Sikap tegas dan keras penting dalam usaha untuk menegur dan memperbaiki keburukan dalam diri wanita, manakala kelembutan dan kasih sayang pula penting bagi kelemahan di dalam diri wanita.

Para suami boleh mencontohi Rasullullah SAW dalam mengurus rumah tangga masing-masing. Lihatlah bagaimana sayang dan hormatnya Rasulullah terhadap isterinya, tidak sekali-kali untuk membebankan isteri-isteri kesayangannya. Saling pengertian serta kerjasama adalah penting dalam usaha untuk mengeratkan hubungan rumahtangga. Banyak perkara melibatkan urusan rumah tangga dilakukan sendiri oleh Rasulullah, misalnya pergi ke pasar, menjahit pakaian dan sebagainya.

Sebagai suami, cinta dan kasih sayang bukanlah satu-satunya aspek yang perlu dititikberatkan terhadap isteri. Dalam menjamin kebahagiaan rumah tangga, si suami perlulah menimba ilmu dan menyampaikan pengetahuan-pengetahuan yang berguna untuk dihayati oleh si isteri. Rumahtangga bukan sekadar untuk memenuhi keperluan nafsu dan kasih sayang, tetapi juga sebagai satu jalan untuk menyebarkan dakwah Islamiah.

Sebagai suami, tidak mesti menang dan mengatasi isteri dalam semua perkara. Suami tidak perlu ego terhadap si isteri. Dalam erti kata lain, suami tidak semestinya berpangkat lebih tinggi atau bergaji besar berbanding isteri. Rasulullah sendiri sering bergurau dengan isterinya. Pernah Baginda bermain lomba lari dengan isterinya Aisyah, adakalanya Baginda menang, dan adakalanya Baginda berpura-pura kalah. Lihatlah, betapa Baginda menghormati isteri-isterinya.

Sabda Rasulullah lagi yang berbunyi: "Mukmin yang paling sempurna adalah Mukmin yang paling baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya".

Rasulullah sangat membenci suami yang memukul isterinya. Isteri bukan hamba. Hal ini pernah dinyatakan menerusi sabda Rasulullah: "Tidakkah seseorang daripada kamu merasa malu untuk memukul isterinya sebagaimana dia memukul hambanya? Pada waktu pagi isterinya dipukul kemudian pada waktu malam ditidurinya pula".


Adab-adab Suami Terhadap Isteri :

1. Suami hendaklah memperbaiki kelakuan buruk si isteri dan bersabar atasnya. Sabda Nabi SAW, "Barangsiapa bersabar di atas perangai buruk isterinya, dia dianugerahi Allah pahala seperti yang diberikan kepada Nabi Ayub dan barangsiapa (isteri) bersabar di atas perangai buruk suaminya nescaya dia dianugerahi Allah pahala seperti Asiah isteri kepada Fir'aun."

2. Suami hendaklah menegur dan marah jika ada perbuatan isteri yang menyalahi syariat.

3. Suami tidak boleh tunduk (dayus) diperhambakan/diperbudakkan oleh si isteri (queen control). Sabda Nabi SAW, "Celakalah bagi seorang laki-laki yang menjadi hamba isterinya. Apabila seorang laki-laki menuruti hawa nafsu isterinya, jadilah dia hamba isterinya dan binasalah dia (dirinya jadi milik perempuan dan bukan sebaliknya)".

4. Suami harus cemburu secara normal. Tidak boleh dipengaruhi oleh emosi yang berlebihan sehingga menyebabkan berlakunya perceraian tanpa usul periksa.

5. Suami tidak boleh membiarkan isterinya berkata-kata dengan laki-laki lain atau membiarkan laki-laki lain masuk ke rumahnya ketika suami tidak ada di rumah. Namun, jangan berburuk sangka dengan melampaui batas kewajaran terhadap isterinya tanpa ada sebab atau alasan yang kukuh.

6. Suami hendaklah mengajarkan hal-hal yang bersifat fardhu ain kepada isterinya, termasuk hukum haid.

7. Suami hendaklah menyuruh isterinya supaya tekun menunaikan solat. Jika si isteri ingkar, maka tidurlah terpisah satu hingga tiga malam, dan jika masih tidak berubah (masih ingkar) maka pukullah tetapi jangan sampai mencederakan si isteri.

8. Suami hendaklah sabar ketika isterinya meninggal, kerana itu akan mempermudahnya untuk masuk syurga.


semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Selasa, 24 Januari 2012

Cinta Sejatikah ...?

Para ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bait-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:
Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu. 
Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.

Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: 
“Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”
Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:
 “Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu?
Tidak heran bila orang tua kita sering mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: 
Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.
Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?
Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
 “Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:
Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).

Tatkala hubungan antara dua jenis berbeda terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat, sehingga akan hanyut oleh badai asmara. Karena hanyut dalam badai asmara haram, maka mata menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga ada semboyan : Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:
Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.

Akan tetapi setelah hubungan telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata dua sejoli, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa. Saat itulah, kita mulai menemukan jati diri pasangan kita seperti apa adanya. Saat itu mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan kita tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Kita mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan dengan perceraian:
 “Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)
Mungkin kita bertanya, lalu bagaimana harus bersikap?
Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan kita kabur dan  tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.
Mungkin kita kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan pada hadits lain beliau bersabda:
 “Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
 “Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)

Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah kita mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi diri walaupun kita telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah kita mengharapkan agar kekasih kita senantiasa setia dan mencintai walaupun kita telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 “Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.
Yahya bin Mu’az berkata: 
“Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.”
Yang demikian itu karena cinta kita tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang kita cintai tidak bertambah, maka cinta kitapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang kita cintai berkurang, maka cinta kitapun turut berkurang. Kita cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Saudaraku! Benarkah cinta kita suci? 
Benarkah cinta kita adalah cinta sejati? 
Buktikan saudaraku…

Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.


Semoga bermanfaat ...
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Senin, 23 Januari 2012

Nikmatnya Memuliakan Tetangga Kita

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. “ (Shahih Muslim No.67)

Tetangga, saudara yang begitu dekat dan berada di sekitar kita. Di kiri, kanan, depan maupun belakang. Terletak jauh maupun dekat. Kenal maupun tidak.
Mereka tetaplah tetangga yang berada di lingkungan dimana kita bermukim. Mereka yang hidupnya berdampingan dengan kita. Mereka yang selalu berbagi dan dapat memahami.
Jarak tetangga yang begitu dekat, mengajarkan kita untuk mengenal mereka. Pentingnya komunikasi dan interaksi disini. Mengenal kehidupan mereka, tanpa mencampuri kehidupan pribadinya. Memperlakukan sebagaimana mestinya, dengan adab serta hak mereka yang menjadi pedoman yang wajib dipelajari dan dipenuhi.
Saling sapa, senyum dan berjabat tangan. Menanyakan kabar serta bagaimana hari-harinya saat ini adalah beberapa cara dalam memenuhi hak-hak mereka. Lebih lanjut, hubungan bertetangga dapat berupa saling silaturahmi, memberi barang ataupun bantuan, seperti makanan, hadiah dan lain sebagainya. Tentunya, semua semampu dan sebisa kita. Tidak ada paksaan ataupun keharusan, semuanya bersumber dari kesadaran diri.
Banyak manfaat dari kepeduliaan dan perhatian kita pada para tetangga. Misalnya, ketika dalam kesusahan, ada sosok yang akan mengetahui terlebih dahulu (selain keluarga) bagaimana kondisi dan kebutuhan kita, bahkan terkadang mereka dapat membantu.
Ketika dalam kebahagiaan, kita dapat berbagi dengan saling memberi hingga suatu saat kita akan mendapatkan hal yang sama. Intinya, tetangga dapat menjadi saudara dikala sedih dan senang kita, walaupun tidak ada ikatan darah namun semuanya dapat terjalin dengan begitu eratnya.
Sayang, sepertinya hakikat bertetangga ini sudah mulai hilang bahkan terlupakan. Di zaman yang sudah meninggalkan arti kebersamaan dan didominasi arti individualistis. Semua sibuk memikirkan hak dan kewajiban masing-masing.
Terlebih bagi kita yang memiliki pekerjaan dan rutinitas yang begitu sibuk dan padat, hingga tidak cukup waktu untuk sekedar saling sapa terhadap para tetangga. Jangankan untuk tetangga, menyapa dan memperhatikan diri serta keluarga sendiri, sungguh begitu susahnya. Tetangga, menjadi begitu terlupakan dan hak-haknya terabaikan.
Ingatkah kita, betapa sibuknya diri, hingga terkadang tetanggalah yang mempedulikan kehidupan apalagi kondisi rumah kita. Sepertinya, semua menjadi tanggung jawab mereka. Sebagai contoh, terkadang pakaian jemuran diangkatnya ketika hujan dan malam tiba, diambil dan disimpannya surat ataupun barang titipan orang lain yang diberikan kepada kita ketika kita sedang tidak berada di rumah.
Bahkan diam-diam, mereka pula yang memperhatikan atau merawat rumah kita yang tidak begitu terurus dan ditinggalkan. Begitu indahnya perlakuan para tetangga, namun tidak demikian halnya dengan kita.
Apa yang telah kita berikan pada para tetangga kita sebagai timbal baliknya? Pernahkah kita mengucapkan terima kasih atas segala kepedulian mereka selama ini? Bagaimana sikap dan tindakan kita terhadap mereka?
Begitu banyak keterlupaan dan keteledoran bahkan keacuhan. Hingga terkadang kita dianggap tak ramah, tak sopan, tak tahu terima kasih terhadap tetangga-tetangga lainnya. Bahkan, terkadang secara tidak langsung kita telah menyakiti bahkan menyinggung perasaan serta mengusik kehidupan mereka.
Semuanya, terjadi atas segala tindakan dan perlakuan kita yang selama ini tidak pernah atau mau disadari. Begitu mendzolimi dan menyakiti. 

Bukankah Allah telah menuliskan dalam FirmanNya berupa QS. An Nisaa ayat 36 bahwa:
“... berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh......”?
 
Indahnya bertetangga sangatlah berbahagia, terutama jika kita benar-benar mengalaminya. Disaat zaman dan situasi seperti ini, baik suka maupun duka, mereka dapat menjadi sosok yang membantu dan peduli akan keberadaan kita.
Mereka siap sedia kapanpun kita mau dan minta bantu. Tentunya, dengan sebuah syarat yang sewajibnya kita taati, dengan memahami dan memenuhi hak-haknya tetangga yang sebenarnya.


semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Minggu, 22 Januari 2012

Doa Yang Terlupakan


Percaya atau tidak kematian itu pun kita sendiri yang harus memilih. Sama seperti bagian dari kehidupan kita yang lain, yang selalu menuntut kita untuk memilih. Suka atau tidak.
Sabtu 9 Juli 2011, menggoreskan kenangan pilu di hatiku. Betapa tidak, seseorang yang telah 18 tahun menemani hari-hariku telah diambil kembali oleh sang penciptanya. Kejadiannya kilat. Berawal saat kelahiran anak ke-empat kami rasa bahagia menyelimuti keluarga kami waktu itu, sebelas hari setelah kelahiran itu akhirnya Allah begitu sayang memanggilnya.
Banyak saudara dan teman-teman almarhumah yang datang mengantarkan diperistirahatan terakhirnya, salah seorang ibu berucap kepadaku.
 “siapa yang menyangka ya mas, Almarhumah harus kembali secepat ini.”
“Itulah kekuasaan Allah.” Timpalnya pelan.
Keinginannya adalah sama dengan keinginanku, keinginan kita semua yang berharap meninggal syahid lagi khusnul khotimah. Tapi mungkin dari doa yang kita panjatkan itu kita lupa untuk mengatakan sesuatu, lupa memohon agar kelak saat kita meninggal kita bisa berada dalam dekapan orang-orang tercinta, dalam tempat yang mulia dan baik, dan lain sebagainya.
Dari kematianlah kita belajar bersyukur, bersyukur atas nikmat yang diberikan sebelum seluruh kenikmatan itu dicabut dari diri kita, dari kematian kita jadi terus berjuang dan berlomba mengumpulkan amal-amal sholih serta menabung kebaikan guna bekal di akhirat nanti, dari kematian kita juga belajar memahami bahwa semua yang hidup pasti akan mati dan semua yang kita sayangi dan cintai hanyalah fana semata. Hanya Allah yang kekal, tempat berasalnya cinta dan tempat kembalinya cinta.
Terurai kembali air mataku tatkala mengingat kenangan bersamanya. Tapi kuasa Ilahi tak pernah bisa ditandingi. Hanya mampu sekuat tenaga untuk berdoa, berharap Allah akan merangkulnya dengan penuh kasih dan memberikan tempat terbaik di sisiNya, serta melepas kepergian saudariku dengan penuh keikhlasan, dan bercita-cita semoga Allah kelak mempertemukanku lagi dengannya di surga. Amin.
Wallahu ‘alam bishowab.

semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Jumat, 20 Januari 2012

Ketika Rasa Syukur Itu Ada


Sering terbersit dalam pikiran, tatkala melihat rumah-rumah yang layak, ingin memilikinya. Rumah milik sendiri dimana akan terasa jauh lebih nyaman dibanding kontrakan pastinya. Toh, ketika berada di kontrakan, kita merasa sangat nyaman dan mampu beradaptasi dengan segala keterbatasan yang ada. Jika tak di dunia, mudah-mudahan akan mendapatkan tempat istimewa kelak di akhirat.
Juga saat harus bersusah payah berjalan kaki, bersabar menunggu angkutan umum yang datangnya tak bisa diduga. Dalam keadaan seperti itu kita merasa enjoy, kita harus bisa belajar kesabaran yang lebih saat menunggu bus, saat merasakan ketidaknyaman di dalam angkutan dan sebagainya. Dari sisi lain, kita mampu mengamati kehidupan yang berbeda manakala berada di jalan atau di dalam angkutan umum. Terlalu banyak hikmah yang bisa diambil. Dalam balutan kesederhanaan.
Bukan tak mampu untuk membeli semua kemewahan yang akan membuat nyaman atau memudahkan aktifitas saya. Sebagai manusia, saya pun memiliki iri. Namun rasa itu hanya menjadi sebuah bisikan yang tak pernah saya hiraukan. Manakala memang butuh barang tersebut, maka saya akan membelinya. Kebutuhan yang menjadi prioritas utama saya bukan keinginan.
Saya selalu berusaha merasa kaya, saya selalu berusaha merasa cukup. Meskipun kemewahan lalu lalang di hadapan saya dan rasa iri kadang menghinggapi. Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah Rabb semesta alam. Semoga perasaan qana’ah (merasa cukup dengan rizki yang Allah berikan) selalu hadir dalam hati kita sebagai hambaNya. Allah yang Maha Baik, yang kita inginkan ketika kita ingat kepada Allah seolah itu sudah cukup. Tak ada yang lain. Allahlah penggenggam manusia hati manusia, Yang Maha Membolakbalikkan Hati Manusia. Tetapkan hati kami selalu dalam ketaatan padaMu. Aamiin.
Mukjizat syukur, dimana kata tersebut mampu melebihi segala kemewahan yang terdapat di muka bumi. Tak mudah mengucap syukur, manakala saat kita berada lebih sulit dibanding orang lain. Hakikatnya, sebagai manusia kita akan merasa ingin seperti dia tapi kenyataannya kita belum mampu. Dengan perlahan belajar untuk selalu bersyukur dengan apa yang Allah berikan, akan menjadikan hati kita selalu tersenyum dengan apa yang ditetapkanNya.
Tak perlu kita selalu menatap ke atas, melihat orang lain yang jauh lebih beruntung dari kita, karena hal itu akan membuat kita selalu merasa kurang dan kurang. Padahal syukur itu adalah selalu berusaha merasa kaya bahkan dalam kondisi yang kurang sekalipun. Sering-sering menatap kebawah, memperhatikan kehidupan jalanan atau yang kurang mampu, karena disana jika kita memiliki kepekaan hati maka secara otomatis kita akan bersyukur memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding mereka. Rasa syukur yang dominan akan menggeser keluh kesah yang fitrah dimiliki manusia. Bersandarlah hanya kepada Allah.
Paling tidak, bukan dari banyaknya harta yang Allah lihat dari seorang hamba, melainkan ketaatannya. Dan semoga dengan kesederhanaan tak membuat kita merasa rendah diri, terlebih menyalahkan takdir. Karena harta adalah warna warni dunia yang menyilaukan. Manakala manusia ingin memiliki harta, maka itu adalah hawa nafsunya yang berkata, bahkan saat dia merasa ingin dan ingin lagi menambah hartanya itu.
Harta dunia hanya titipan, tak perlu ada rasa iri akannya. Kemegahan akan melalaikan kita dari mengingatNya. Belajarlah untuk belajar hidup sederhana bahkan susah, dengan demikian kita akan lebih menghargai apa yang kita miliki. Harta yang banyak tak menjamin seseorang hidup tenang tanpa merasa gelisah. Rasa takut kehilangan harta akan selalu menghantuinya. Tapi jika hati yang kaya, siapapun tak akan mampu mencurinya. Kuncinya hanya dengan bersyukur.

semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ....

Selasa, 17 Januari 2012

Zina dan Poligami


Zina dan poligami, dua "permasalahan" besar dalam kehidupan sosial. Reaksinya di masyarakat hampir sama besarnya, namun sangat jauh berbeda nilainya di hadapan Allah. Zina adalah dosa besar dan pelakunya dihukum dengan cambuk atau rajam. Al-Qur'an surat Al-Israa' ayat 32 menyebutnya dengan kata "fâhisyah" (perbuatan keji), oleh karena itu Allah Swt mewanti-wanti dengan didahului perintah "lâ taqrabû" (jangan engkau dekati). Ini berarti segala perbuatan yang mengarah pada zina harus kita jauhi. Itulah mengapa Al-Musthafa Muhammad SAW mengatakan, "lebih baik ditusuk jarum besi daripada engkau menyentuh wanita yang bukan hakmu!"
Sementara itu poligami datang sebagai rahmat dari Allah kepada umat ini. Bukan sesuatu yang diwajibkan untuk semua orang, tetapi ia sebagai solusi dalam kehidupan bermasyarakat. Karena poligami sifatnya kondisional, maka ada banyak penafsiran yang muncul. Sebagian cenderung memberatkan dan sebagian lagi lebih condong untuk meringankan. Akan tetapi yang seharusnya kita ingat, tidak ada satu ulama pun yang berselisih tentang masalah zina. Semua sepakat perbuatan zina adalah haram. Sayangnya, poligami di masyarakat kita masih dianggap sesuatu yang buruk, bahkan aib. Sehingga banyak orang yang berani poligami di bawah tangan atau nikah diam-diam tanpa sepengetahuan publik. Permasalahannya terletak pada penerimaan sosial yang tidak kondusif. Ironisnya, perselingkuhan, hubungan bebas dan pelacuran seakan itu hal yang wajar dan banyak orang tidak merasa terganggu.
Zina dan Poligami, ibarat badai dan gerimis. Perzinahan yang merajalela dan liar, akan membawa kehancuran pada tatanan kehidupan sosial. Hilangnya akhlak, yang itu merupakan fondasi dasar pembentukan masyarakat yang utuh. Perzinahan laksana badai yang siap merusak apa saja yang berdekatan dengannya. Sedangkan poligami seakan ia gerimis, yang memberi kesejukan ketika hujan lama tak datang. Poligami memang masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat Indonesia, namun telah memberi kesejukan di hati orang-orang yang mampu berpikir jernih. Orang-orang yang telah Allah bukakan hati-hatinya untuk mampu membedakan mana kebenaran dan mana kebatilan. Manusia-manusia yang merindukan gerimis di tengah tandusnya dunia dan takut akan badai yang merusak.
Semoga bermanfaat ...
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...

Basuhlah Jika Kotor


Kalaulah kita sering merasa terganggu dengan debu yang kerap menempel di wajah, kotoran yang melekat di tubuh, serta aroma jalanan yang hinggap menyertai. Sehingga merasa perlu untuk membasuhnya dengan air yang segar. Bahkan jika merasa terlalu kotor, tak cukup hanya membasuh wajah, kita pun segera mandi untuk menghilangkan semua noda di tubuh. Hal ini setiap hari dan setiap kali kita kerjakan, dan telah menjadi kebiasaan.
Jika demikian, semestinya perasaan tak nyaman seperti ini kita terapkan pula berkenaan dengan noda lain yang tak nampak. Wajah kita memang tak kusam terkena noda ini, tubuh pun tak terlihat kotor karena orang lain memang tak akan melihatnya. Lantaran hati ini yang sering ternoda, dan hanya kita yang bisa melihat dan merasainya. Sudahkah kita terus menerus membasuhnya? Atau jika terlalu pekat noda itu, tentu tak cukup hanya membasuh. Kita perlu air yang lebih banyak untuk membersihkannya.
Ini nasihat untuk diri pribadi, agar selalu ingat untuk membasuh hati tatkala ternoda. Seingat ketika wajah ini tak nyaman setiap kali banyak debu melekat. Astaghfirullah wa’atuubu ilaih…


semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...