Duhai saudariku
muslimah, bukankah indah rasanya jika seorang istri mematuhi suaminya, kemudian
ia senantiasa menjadi penyejuk mata bagi suaminya, menjaga lisan dari
menyebarkan rahasia suaminya, lalu menjaga harta dan anak-anak suami ketika ia
pergi? Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
“Tidak ada
perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah
daripada istri yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia menaatinya, bila
memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah (agar istrinya melakukan
sesuatu), maka ia melakukannya dengan baik, dan bila ia pergi maka ia dengan
tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga…
kehidupan rumah tangga pun akan berjalan penuh dengan kemesraan dan
kebahagiaan. Yang satu menjadi tempat berbagi bagi yang lain, saling menasehati
dalam ketakwaan, dan saling menetapi dalam kesabaran.
Saudariku
muslimah… tulisan tentang kewajiban istri dalam mematuhi perintah suami sudah
sering dibahas.
Saatnya
Mematuhi Perintah Suami
Diantara ciri
seorang istri sholihah adalah mematuhi perintah suaminya. Yang dimaksud
mematuhi perintah adalah mematuhi dalam hal yang mubah dan disyari’atkan. Jika
dalam perkara yang disyari’atkan, tentu hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi
hukumnya, karena perkara yang demikian adalah hal-hal yang Allah perintahkan
kepada para hamba-Nya, seperti kewajiban sholat, berpuasa di bulan Ramadhan,
memakai jilbab, dan lain-lain. Maka untuk hal ini, seorang hamba tidak boleh
meninggalkannya karena meninggalkan perintah Allah Ta’ala adalah sebuah dosa.
Sedangkan dalam perkara yang mubah, jika suami memerintahkan kita untuk
melakukannya maka kita harus melaksanakannya sebagai bentuk ketaatan kepada
suami. Contohnya suami menyuruh sang istri rajin membersihkan rumah, berusaha
mengatur keuangan keluarga dengan baik, selalu bangun tidur awal waktu,
membantu pekerjaan suami, dan hal-hal lain yang diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Ada
Saatnya Menolak Perintah Suami
Jika dalam hal
yang disyari’atkan dan yang mubah kita wajib mematuhi suami, maka lain halnya
jika suami menyuruh kepada istri untuk melakukan kemaksiatan dan menerjang
aturan-aturan Allah. Untuk yang satu ini kita tidak boleh mematuhinya meskipun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah bersabda,
“Kalau
sekiranya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain
maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
Kita tidak
boleh tunduk pada suami yang memerintah kepada kemaksiatan meskipun hati kita
begitu cinta dan sayangnya kepada suami. Jika kewajiban patuh pada suami
sangatlah besar, maka apalagi kewajiban mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi.
Allahlah yang menciptakan kita dan suami kita, kemudian mengikat tali cinta
diantara sang istri dan suaminya. Namun perlu diketahui, bukan berarti kita
harus marah-marah dan bersikap keras kepada suami jika ia memerintahkan suatu
kemaksiatan kepada kita, tetapi cobalah untuk menasehatinya dan berbicara
dengan lemah lembut, siapa tahu suami tidak sadar akan kesalahannya atau sedang
perlu dinasehati, karena perkataan yang baik adalah sedekah.
Saudariku,
berikut ini beberapa contoh perintah suami yang tidak boleh kita taati karena
bertentangan dengan perintah Allah:
1. Menyuruh
Kepada Kesyirikan
Tidak layak
bagi kita untuk menaati suami yang memerintah untuk melakukan kesyirikan
seperti menyuruh istri pergi ke dukun, menyuruh mengalungkan jimat pada
anaknya, ngalap berkah di kuburan, bermain zodiak, dan lain-lain. Ketahuilah
saudariku, syirik adalah dosa yang paling besar. Syirik merupakan kezholiman
yang paling besar (lihat QS Luqman: 13). Bagaimana bisa seorang hamba
menyekutukan Allah sedang Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi berbagai
nikmat kepadanya? Sungguh merupakan sebuah penghianatan yang sangat besar!
2. Menyuruh
Melakukan Kebid’ahan
Ketahuilah
wahai saudariku muslimah, jika seseorang melakukan suatu amalan yang ditujukan
untuk ibadah padahal Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah menyontohkannya, maka amalan ini
adalah amalan yang akan mendatangkan dosa jika dikerjakan. Ketika sang suami
menyuruh istrinya melakukan amalan semacam ini, maka istri harus menolak dengan
halus serta menasehati suaminya.
3. Memerintah
untuk Melepas Jilbab
Menutup aurat
adalah kewajiban setiap muslimah. Ketika suami memerintahkan istri untuk melepas
jilbabnya, maka hal ini tidak boleh dipatuhi dengan alasan apapun. Misalnya
sang suami menyuruh istri untuk melepaskan jilbabnya agar mendapatkan pekerjaan
dengan gaji yang lumayan, hal ini tentu tidak boleh dipatuhi. Bekerja
diperbolehkan bagi muslimah (jika dibutuhkan) dengan syarat lingkungan kerja
yang aman dari ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) dan kemaksiatan, tidak
khawatir timbulnya fitnah, serta tidak melalaikan dari kewajibannya sebagai
istri yaitu melayani suami dan mendidik anak-anak. Dan tetap berada di rumahnya
adalah lebih utama bagi wanita (Lihat QS Al-Ahzab: 33). Allah telah
memerintahkan muslimah berjilbab sebagaimana dalam QS Al-Ahzab: 59. Perintah
Allah tidaklah pantas untuk dilanggar, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
3. Mendatangi
Istri Ketika Haidh atau dari Dubur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda, “…dan
persetubuhan salah seorang kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.”
(HR. Muslim)
Begitu luasnya
rahmat Allah hingga menjadikan hubungan suami istri sebagai sebuah sedekah.
Berhubungan suami istri boleh dilakukan dengan cara dan bentuk apapun. Walaupun
begitu, Islam pun memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi, yaitu suami tidak
boleh mendatangi istrinya dari arah dubur, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“(Boleh)
dari arah depan atau arah belakang, asalkan di farji (kemaluan).” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Maka ketika
suami mengajak istri bersetubuh lewat dubur, hendaknya sang istri menolak dan
menasehatinya dengan cara yang hikmah. Termasuk hal yang juga tidak
diperbolehkan dalam berhubungan suami istri adalah bersetubuh ketika istri
sedang haid. Maka perintah mengajak kepada hal ini pun harus kita langgar. Hal
ini senada dengan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa
yang menjima’ istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau menjima’ duburnya,
maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi,
Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Belajarlah
Wahai Muslimah!
Demikianlah
saudariku pembahasan singkat yang dapat penulis sampaikan. Sebagai penutup,
mari kita ringkas pembahasan ini: Bahwa wajib bagi seorang istri untuk mematuhi
apa yang diperintahkan suaminya dalam perkara yang mubah apalagi yang
disyari’atkan Allah, namun tidak boleh patuh jika suami memerintahkan
kemaksiatan dan yang dilarang oleh Rabb Semesta Alam.
Lalu, perkara
apa sajakah yang termasuk dalam larangan Allah? untuk itu, setiap hamba wajib
mencari tahu tentang syari’at Islam karena dengannya akan tercapai ketakwaan
kepada Allah, yaitu melakukan yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang
Allah larang. Wahai para wanita muslim! Pelajarilah agama Allah dengan
menghadiri majelis-majelis yang mengajarkan ilmu syar’i atau dengan menelaah
buku dan tulisan para ‘ulama. Tidaklah mungkin seseorang akan mengenal agamanya
tanpa berusaha mencari tahu. Dan tidak mungkin pula ilmu akan sampai kepadanya
jika ia hanya bermalas-malasan di rumah atau kos, atau hanya sibuk berjam-jam
berdandan di depan cermin, serta bergosip ria sepanjang waktu. Sungguh yang
seperti itu bukanlah ciri seorang muslimah yang sejati. Bersegeralah melakukan
kebaikan wahai saudariku, karena Allah pasti akan membalas setiap kebaikan
dengan kebaikan, dan membalas keburukan dengan keburukan walaupun hanya sebesar
biji sawi. Setiap anak Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang
melakukan kesalahan adalah yang senantiasa berusaha untuk memperbaiki dirinya.
Wallahu
ta’ala a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar