Cerita ini sudah begitu
fenomenal di berbagai blog yang dapat anda temui dengan mudah. Kalau selama ini
kita selaku umat manusia dituntut untuk lebih kreatif dalam bekerja dan
berkarya maka begitu pula dengan Iblis, makhluk terlaknat ini juga
mengembangkan daya kreatifnya untuk menggiring manusia ke dalam lembah dosa dan
penyesalan.
Berikut kisahnya..
Siang menjelang dzuhur. Salah
satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jum’at, saat berkumpulnya orang.
Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai
berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk & masuk dari segala
penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan
air.
Pada setiap orang, Iblis juga
masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu
menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel
di setiap sajadah. “Hai, Blis!”, panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu.
Iblis merasa terusik : “Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau
larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid
ini!”, jawab Iblis ketus.
“Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat
yang suci,Kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!”, Kiai mencoba mengusir.
“Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru”. Kiai tercenung. “Saya
sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu”. “Dengan apa?” “Dengan
sajadah!” “Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?”
“Pertama, saya akan
masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan
mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja
dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!”
“Ah, itu kan memang cara lama
yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru,Blis?” “Bukan itu saja Kiai…”
“Lalu?”
“Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan
menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar”
“Untuk apa?”
“Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di
setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk
dalam
barisan
sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada
dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah”.
Dialog Iblis dan Kiai sesaat
terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya
berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi,
sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja
membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang
punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang
sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil
membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi
sepertiganya.
Keduanya masih melakukan sholat
sunnah.
“Nah, lihat itu Kiai!”, Iblis memulai dialog lagi. “Yang mana?” “Ada
dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda
ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka”.
Iblis lenyap. Ia sudah masuk ke
dalam barisan shaf. Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan
sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis
sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari
bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan
sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada
di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil,
melakukan hal serupa.
Ia juga membuka sajadahnya,
karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir
sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa
kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang
menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya.
Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas
sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.
Pemilik sajadah lebar,
diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di
atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang
setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu
menguasai orang lain. “Astaghfirullahal adziiiim “, ujar sang Kiai pelan.
semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar