Julukan al-Amin ini tidak didapatkan Rasulullah dengan pencitraan
semu, melainkan melalui pembuktian integritas diri yang mengalir sepanjang
hidupnya. Sejak usia remaja, Rasulullah sudah berusaha hidup mandiri dengan
menggembala kambing milik orang-orang kaya Makkah untuk mendapatkan upah
beberapa qirath. (HR Bukhari). Citra amanah semakin melekat setelah beliau menggeluti
dunia dagang.
Dan, puncaknya adalah saat beliau berusia 35 tahun, yaitu ketika
para pembesar Quraisy terlibat ketegangan panjang yang nyaris mengobarkan
perang saudara karena masalah peletakan Hajar Aswad. Menurut Ibnu Ishaq,
berdasarkan usulan Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi akhirnya mereka
sepakat, orang yang pertama masuk masjid adalah yang berhak meletakkan kembali
Hajar Aswad. Ternyata orang tersebut adalah Muhammad. Saat itulah mereka
serentak berkata, “Ini dia al-Amin. Kami rela menerimanya. Ini dia Muhammad.”
Namun apa yang terjadi delapan tahun kemudian? Setelah Nabi saw
mendeklarasikan kenabian dan misi kerasulannya, “Wahai manusia, katakanlah
tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, niscaya kalian beruntung!” (HR
Ahmad), sikap Quraisy sepenuhnya berubah. Mereka tidak hanya mencabut rasa
hormatnya kepada Nabi saw, melainkan juga menyematkan sebutan-sebutan buruk
guna menjatuhkan martabat dan menodai kehormatannya. Kini, bagi mereka Muhammad
adalah seorang gila, pendusta, dukun, atau tukang sihir. Bahkan, nama Muhammad
yang berarti terpuji pun mereka ubah menjadi Mudzammam yang berarti tercela.
(HR Bukhari).
Tudingan miring Quraisy tidak hanya tertuju pada kepribadian
Muhammad saw, karena sasaran utama mereka adalah Al-Qur’an yang menjadi bukti
kerasulannya. Karenanya, ayat-ayat Al-Qur’an hanya dipandang sebagai mitologi
yang melegenda (asathir al-awwalin), karya plagiasi yang dipelajari dari
pemeluk kitab terdahulu (yu`allimuhu basyar), dan keindahan bahasanya hanya
disetarakan dengan karya puisi seorang pujangga besar.
Intinya, Quraisy menampik otentisitas al-Qur’an
sebagai wahyu Allah, melainkan hanya karya manusia biasa.
Mengapa perubahan sikap Quraisy begitu cepat dan drastis? Mengapa
stigmatisasi yang dilakukan Quraisy sangat sporadis? Ada beberapa faktor yang
saling terkait dapat menjawab pertanyaan ini, tapi semuanya bermuara pada satu
kata, takut. Ketakutan Quraisy tampak begitu jelas dalam pernyataan Walid bin
Mughirah al-Makhzumi dalam pertemuan pertama para pembesar Quraisy untuk
menyikapi dakwah Rasulullah saw, “Wahai segenap pembesar Quraisy, musim haji
hampir tiba dan orang-orang Arab akan datang ke sini. Mereka tentu telah
mendengar rumor tentang orang ini (Muhammad). Untuk itu, kalian harus membuat
satu keputusan bersama. Jangan berbeda pendapat, sehingga kalian akan terkesan
saling menyanggah dan membantah.”
Quraisy begitu ketakutan sehingga harus menggalang kekuatan
bersama untuk menghadapi geliat dakwah Islam yang masih seumur jagung. Quraisy
menutup seluruh media dan saluran informasi sehingga setiap orang yang datang
dari luar Makkah hanya mendapat informasi sepihak tentang dakwah Muhammad saw,
tanpa memberi kesempatan sedikit pun kepada beliau untuk melakukan pembelaan
dan penjelasan.
Stigma dilakukan oleh pihak yang ketakutan, meskipun mereka besar
dan berkuasa. Ketakutan itu muncul dari alasan yang disadari. Dalam hal ini,
Quraisy pantas takut karena mereka tahu dakwah yang masih embrio itu menjadi
ancaman nyata bagi kepentingan-kepentingan besarnya. Quraisy sadar, sebuah
kekuatan yang dapat mengambil keputusan di luar Darun Nadwah (rumah parlemen
Quraisy) dapat mengubah tatanan ekonomi dan sosial yang selama ini menopang
syahwat kalangan al-mutrafun-nya.
Buktinya jelas, jangankan Muhammad saw dengan kapasitas
individunya yang terlalu istimewa, seorang budak hitam sekelas Bilal bin Rabah
yang sepanjang hidupnya menyerahkan nasib kepada sang majikan, Umayyah bin
Khalaf, sanggup menemukan jati diri dan menyatakan kemerdekaan kemauan dan
keyakinan. Meskipun jasadnya diperbudak, tubuhnya didera, kehormatannya dihina,
tapi Bilal menolak perbudakan kehendak dan keyakinan dengan tetap tegar
menyebut, “Ahad, Ahad...” Itulah yang menimbulkan ketakutan dan memunculkan
stigma!
kiriman Dari Asep Sobari
Semoga bermanfaat ...
Silahkan
diSHARE, jika baik untuk dibagikan ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar