Kesendirian, suatu waktu di mana kita tak bisa menghindarinya. Banyak momen di mana kita harus tinggal seorang diri; saat di kamar mandi; saat di rumah tak ada orang kecuali kita; saat berada di sebuah ruangan warnet. Saat kesendirian itu muncul, saat di mana setan dengan gencarnya menggoda kita. Karena biasanya, kita akan jauh lebih semangat beribadah ketika ada orang di sekitar kita. Apalagi jika orang yang di dekat kita adalah orang yang shalih, yang senantiasa “menularkan” kebaikan pada diri kita. Ketika penghalang itu tak ada, setan pun dengan leluasa menerobos masuk dalam hati dan pikiran kita.
Karena iman yang lemah, kita pun kerap terjebak pada bujuk rayu
setan. Kita menuruti apa mau setan. Tadinya kita rajin shalat, membaca
al-Quran, tiba-tiba menjadi makhluk jalang yang bersuka cita pada kemaksiatan.
“Ah... tidak ada yang melihat saya melakukannya,” bisiknya dalam hati.
Saat kesendirian itulah keimanan kita sedang diuji, apakah kita
benar-benar mencintai Allah dengan setulus hati, apakah kita hanya takut
kepada-Nya ataukah ibadah yang kita lakukan selama ini hanya sandiwara dan
ingin dipuji oleh orang yang sedang bersama kita?
Saat sendiri, berarti kita hanya berdua-duaan dengan Allah.
Alangkah baiknya kita gunakan kesempatan itu untuk bermunajat dan mendekatkan
diri kepada Allah. Ketika dalam keramaian kita berdzikir seratus kali. Maka
saat sendirian, kita harus lebih dari itu. Uwais al-Qarny Ra. pernah berkata,
“Aku tidak pernah melihat seseorang bisa mengenal Tuhannya, sementara dia lebih
banyak bersama selain-Nya.”
Suatu ketika, di malam yang dingin dan sunyi, Imam Abu Hanifah
bermunajat di sebuah masjid. Di sana beliau menghabiskan waktunya dengan
shalat, dzikir, dan berdoa hingga shubuh. Tak disangka, ada orang yang melihat
ibadahnya itu. Setelah mengetahui ada yang memperhatikannya, beliau lalu
berkata kepada orang tersebut agar merahasiakan perihal apa yang dilihatnya.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik tidak terlalu banyak melaksanakan
puasa dan shalat sunnah. Akan tetapi, kesendiriannya dipenuh dengan hal-hal
yang berguna dan bermakna.
Seorang ulama bernama Umar Tilmisani pernah menceritakan pengalamannya.
Di suatu malam, Imam Hasan al-Banna – gurunya – memanggil namanya, “Ya Umar,
apakah engkau sudah tidur?” Lantas Umar menjawab, “Belum ya syaikh.” Kemudian
Imam Hasan al-Banna kembali masuk ke kamarnya. Beberapa saat kemudian Imam
Hasan al-Banna kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Tapi kali ini Umar
sengaja tidak menjawabnya, karena pasti nanti akan bertanya lagi hal yang sama.
Umar pura-pura tidur.
Setelah tidak ada jawaban dari Umar, Imam al-Banna masuk kembali
ke kamarnya. Beberapa saat lamanya pertanyaan yang sama tidak segera muncul,
Umar pun melihat apa yang dilakukan gurunya itu di dalam kamarnya. Demi
melihatnya, Imam Hasan al-Banna sedang bermunajat dengan tangisan menyayat
hati. Akhirnya tahulah Umar, jika gurunya itu menginginkan kesendirian dalam
bermunajat kepada-Nya, sehingga amalan hanya semata-mata karena Allah.
Sungguh asyik berdua-duaan bersama Allah sehingga Allah akan
menganugerahi cahaya pada wajah kita. Imam Hasan al-Bashri pernah ditanya,
“Kenapa orang yang rajin shalat malam wajahnya tampak bercahaya?” Imam Hasan
menjawab, “Karena dia berdua-duaan dengan Allah sehingga Allah menghadiahinya
sebagian dari cahaya-Nya.”
Seorang yang taat di kala ramai maupun sepi akan mereguk
manisnya iman. Dia akan mendapatkan peningkatan kualitas iman dalam dirinya.
Sesungguhnya semua ibadah yang kita lakukan untuk diri kita sendiri, bukan
untuk orang lain. Kita berlaku demikian laksana melemparkan kayu Hindi (bahan
minyak wangi) ke tengah bara api, kemudian wanginya tercium oleh manusia, namun
mereka tak tahu dari mana sumber wewangian itu.
Ada orang yang jika kita mendekatinya terasa damai. Ketika
menatap wajahnya, semakin mendorong kita untuk banyak mengingat Allah. Semakin
bergaul akrab dengannya, terasa kebaikan-kebaikannya. Cintanya kepada kita
bukan kamuflase sesaat, tetapi merupakan cinta murni yang datang dari-Nya.
Terasa di sekeliling kita “harum mewangi” ketika kita bersamanya.
Namun, ada orang yang jika kita semakin dekat dengannya, hati
kita semakin hampa, keras membatu, dan kotor oleh maksiat. Mungkin pada
mulanya, kita menganggapnya orang baik. Namun lama kelamaan ketahuan belangnya,
hatinya lebih busuk dari bangkai dan lebih kejam dari binatang liar. Merekalah
orang-orang yang hanya taat di kala ramai, namun berbuat maksiat di saat
sendiri.
Barangsiapa yang kesendiriannya baik dan penuh makna, akan
menyebarlah aroma keutamaannya dan hati pun akan senantiasa mencium
wewangiannya. Jagalah perilaku Anda dalam kesendirian, karena hal itu sangat
bermanfaat.
semoga bermanfaat ...
silahkan diSHARE,jika baik untuk dibagikan ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar