Angka NOL sering disebut ZERO.
Sering juga diartikan kosong, takpunya nilai, bersih dari
kandungan apapun. Jika kita mengartikan Zero adalah sebuah angka maka ia adalah
dasar dari segala angka. Maka berapapun ditambah atau dikurangi akan bernilai
sama. Namun sebaliknya jika kita kalikan atau dibagi berapapun zero akan
bernilai zero itu sendiri.
Zero memang bisa bernilai segala apa yang ada, dan segalanya
juga bisa bernilai zero ketika dilipatgandakan. Karenanya ketika kita menggunakan
cara pandang Zero, kita akan dapat melakukan segalanya.
Dalam kehidupan Zero adalah cara pandang atau sikap mental
yang bersih, obyektif, apa adanya tidak ditambah maupun dikurangi dalam hal
menyangkut pekerjaan ataupun lingkungannya. Seseorang dengan sikap mental
seperti ini akan memiliki kejernihan hati dan pikiran dalam menghadapi lawan
interaksinya.
Seseorang dengan cara pandang seperti ini biasanya akan
bertindak, berpikir, membuat pilihan dan memberikan respon dengan mengembalikan
segala pada akarnya (dasar permasalahannya). Bila kita memulai sesuatu
menempatkan diri pada titik nol maka tanggapan panca indera kita akan menjadi
jernih segala sesuatunya akan menjadi mungkin.
Cara pandang ini akan memandu kita untuk berpikir terbuka
dalam segala sesuatu. Kita akan selalu berpikir bahwa selalu ada jalan untuk
setiap kesulitan, maslah atau problem yang dihadapi. Seperti dalam Al-Quran : Inna
ma’al usri yusro (sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan)
Karena memang cara memandang persoalan bukan kepada kenapa
sesuatu (takdir) itu terjadi, tapi pada bagaimana kita menghadapi takdir
tersebut agar lebih ‘nyeni’. Jadi bukan pada kekurangan yang ada pada kita tapi
bagaimana mengubah atau meminimalisasi kekurangan menjadi sesuatu yang membawa
manfaat bagi diri dan lingkungannya.
Oleh karena itu cara pandang zero ini akan mampu menjadikan
seseorang sebagai individu yang dinamis. Yang mampu belajar dari kesalahan,
yang tidak menilai seseorang dari jejak rekam masa lalunya. Karena setiap orang
bisa punya kesalahan masa lalu, tapi tidak boleh terjebak dalam kesalahannya
itu sendiri.
Cara pandang ini juga menjadikan untuk menilai orang secara
obyektif, apa adanya terhadap baik buruknya seseorang. Dalam konsep Rasulullah,
seseorang dikatakan saling mengenal dengan baik jika telah sholat berjamaah,
bermalam dirumahnya atau melakukan perjalanan bersama.
Sehingga cara pandang ini kita tidak akan takut mengambil
sikap terhadap seseorang. Baik penolakan, pembelaan, berpihak bahkan memusuhi. Bukan
kata orang kebanyakan, tapi berdasar cara pandang kita yang jernih dan bersih.
“Dan kebanyakan mereka mengikuti dugaan saja. Sesungguhnya dugaan
itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran, sungguh Allah Maha
Mengetahui apa yang ia kerjakan”. (Surat : Yunus ; 36)
Semoga bermanfaat ..
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar