Sabtu, 12 November 2011

Cara Pandang NOL ( Zero)


Angka NOL sering disebut ZERO.

Sering juga diartikan kosong, takpunya nilai, bersih dari kandungan apapun. Jika kita mengartikan Zero adalah sebuah angka maka ia adalah dasar dari segala angka. Maka berapapun ditambah atau dikurangi akan bernilai sama. Namun sebaliknya jika kita kalikan atau dibagi berapapun zero akan bernilai zero itu sendiri.

Zero memang bisa bernilai segala apa yang ada, dan segalanya juga bisa bernilai zero ketika dilipatgandakan. Karenanya ketika kita menggunakan cara pandang Zero, kita akan dapat melakukan segalanya.

Dalam kehidupan Zero adalah cara pandang atau sikap mental yang bersih, obyektif, apa adanya tidak ditambah maupun dikurangi dalam hal menyangkut pekerjaan ataupun lingkungannya. Seseorang dengan sikap mental seperti ini akan memiliki kejernihan hati dan pikiran dalam menghadapi lawan interaksinya.

Seseorang dengan cara pandang seperti ini biasanya akan bertindak, berpikir, membuat pilihan dan memberikan respon dengan mengembalikan segala pada akarnya (dasar permasalahannya). Bila kita memulai sesuatu menempatkan diri pada titik nol maka tanggapan panca indera kita akan menjadi jernih segala sesuatunya akan menjadi mungkin.

Cara pandang ini akan memandu kita untuk berpikir terbuka dalam segala sesuatu. Kita akan selalu berpikir bahwa selalu ada jalan untuk setiap kesulitan, maslah atau problem yang dihadapi. Seperti dalam Al-Quran : Inna ma’al usri yusro (sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan)

Karena memang cara memandang persoalan bukan kepada kenapa sesuatu (takdir) itu terjadi, tapi pada bagaimana kita menghadapi takdir tersebut agar lebih ‘nyeni’. Jadi bukan pada kekurangan yang ada pada kita tapi bagaimana mengubah atau meminimalisasi kekurangan menjadi sesuatu yang membawa manfaat bagi diri dan lingkungannya.

Oleh karena itu cara pandang zero ini akan mampu menjadikan seseorang sebagai individu yang dinamis. Yang mampu belajar dari kesalahan, yang tidak menilai seseorang dari jejak rekam masa lalunya. Karena setiap orang bisa punya kesalahan masa lalu, tapi tidak boleh terjebak dalam kesalahannya itu sendiri.

Cara pandang ini juga menjadikan untuk menilai orang secara obyektif, apa adanya terhadap baik buruknya seseorang. Dalam konsep Rasulullah, seseorang dikatakan saling mengenal dengan baik jika telah sholat berjamaah, bermalam dirumahnya atau melakukan perjalanan bersama.

Sehingga cara pandang ini kita tidak akan takut mengambil sikap terhadap seseorang. Baik penolakan, pembelaan, berpihak bahkan memusuhi. Bukan kata orang kebanyakan, tapi berdasar cara pandang kita yang jernih dan bersih.

“Dan kebanyakan mereka mengikuti dugaan saja. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang ia kerjakan”. (Surat : Yunus ; 36)


Semoga bermanfaat ..
Silahkan diSHARE, jika baik untuk dibagikan ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar